Proses pembakaran dalam motor diesel dan Gas buang motor diesel
Teknologi Diesel
Proses pembakaran dalam motor diesel
Syarat-sayarat yang sangat penting dari proses pembakaran motor diesel diantaranya adalah emisi yang rendah, suara pembakaran yang rendah, dan pemakaian bahan bakar yang hemat. Mesin diesel menggunakan bahan bakar yang memerlukan perhatian khusus. Bahan bakar tersebut harus bisa terbakar dengan sendirinya ketika diinjeksikan ke dalam udara bertekanan tinggi.Makin rendah titik nyala sendiri dari bahan bakar akan menghasilkan peningkatan kinerja pembakaran bahan bakar dan berarti meningkatkan kinerja mesin. Untuk mengukur kemampuan bahan bakar menyala dengan sendirinya digunakan angka cetane number. Rata-rata mesin diesel membutuhkan bahan bakar dengan bilangan cetane antara 40 hingga 45. Cetane number atau bilangan cetane adalah sebuah angka yang menentukan titik bakar dari bahan bakar. Angka ini diperlukan sebagai batasan pemakaian bahan bakar terhadap mesin. Apabila angka cetane yang dipergunakan tidak sesuai dengan rancangan mesin, timbul masalah sebagai berikut.
- Jika terlalau tinggi, timbul efek panas yang berlebihan terhadap mesin sehingga komponen mesin cepat rusak.
- Jika terlalu rendah, mengakibatkan timbulnya gejala ngelitik/knocking, sehingga opasitas gas buang akan berlebihan karena pembakaran mesin tidak terjadi dengan sempurna. Asap gas buangan mesin menjadi hitam pekat.
Pembakaran tertunda (A - B).
Tahap ini merupakan persiapan pembakaran.
Bahan bakar disemprotkan oleh injektor berupa kabut ke udara panas dalam ruang bakar sehingga bercampur menjadi campuran yang mudah terbakar. Pada tahap ini bahan bakar belum terbakar atau dengan kata lain pembakaran belum dimulai. Pembakaran akan mulai pada titik B. Peningkatan tekanan terjadi secara konstan karena piston terus bergerak ke TMA.
Rambatan Api (B - C):
Campuran yang mudah terbakar telah terbentuk dan merata di seluruh bagian dalam silinder. Awal pembakaran mulai terjadi di beberapa bagian dalam silinder. Pembakaran ini berlangsung sangat cepat sehingga terjadilah letupan (explosive). Letupan ini berakibat tekanan dalam silinder meningkat dengan cepat pula. Akhir tahap ini disebut tahap pembakaran letupan.Pembakaran langsung (C - D).
Injektor terus menyemprotkan bahan bakar dan berakhir pada titik D. Karena injeksi bahan bakar terus berlangsung maka tekanan dan suhu tinggi terus berlanjut di dalam silinder. Akibatnya, bahan bakar yang diinjeksi langsung terbakar oleh api. Pembakaran dikontrol oleh jumlah bahan bakar yang diinjeksikan sehingga tahap ini disebut juga tahap pengontrolan pembakaran.Pembakaran lanjutan (D - E).
Pada titik D, injeksi bahan bakar berhenti, namun bahan bakar masih ada yang belum terbakar. Pada periode ini sisa bahan bakar diharapkan akan terbakar seluruhnya. Apabila tahap ini terialu panjang akan menyebabkan suhu gas buang meningkat dan efisiensi pembakaran berkurang.Detonasi pada motor diesel (Diesel knocking)
Adakalanya dalam setiap proses pembakaran tertunda terjadi lebih panjang. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya bahan bakar yang diinjeksikan pada tahapan pembakaran tertunda, sehingga terlalu banyak bahan bakar yang terbakar pada tahapan kedua yang mengakibatkan tekanan dalam silinder meningkat drastis serta menghasilkan getaran dan suara. Inilah yang disebut diesel knock.Untuk mencegah diesel knock/detonasi, harus dihindari terjadinya peningkatan tekanan secara mendadak dengan cara membuat campuran yang mudah terbakar pada temperatur rendah atau mengurangi jumlah bahan bakar yang diinjeksikan ketika tahapan penundaan penyalaan.
Knocking/detonasi pada mesin diesel dan bensin sebenarnya terjadi dengan fenomena yang sama, yaitu disebabkan oleh peningkatan tekanan dalam ruang bakar yang sangat cepat sehingga bahan bakar/campuran terbakar terlalu cepat. Perbedaan utamanya adalah knocking/detonasi pada diesel terjadi pada saat awal pembakaran, sedangkan pada mesin bensin knocking terjadi pada saat menjelang akhir pembakaran. Untuk mencegah terjadinya knocking pada motor diesel dapat dilakukan beberapa cara diantaranya seperti tampak pada tabel.
Tabel Metode umum pencegahan knocking pada motor diesel
Tabel Metode umum pencegahan knocking pada motor diesel
Gas buang motor diesel
Berbicara tentang polusi, maka bayangan kita segera akan tertuju pada banyak macam dan jenis penyebab polusi tersebut. Seperti diketahui bahwa polusi atau pencemaran dapat berupa polusi udara, tanah, dan air. Sebagai penyebabnya dapat terjadi secara alami atau dari akibat kegiatan manusia. Namun dengan berkembangnya teknologi, sat ini polusi lebih banyak disebabkan oleh kegiatan manusia. Beberapa produk teknologi justru telah membuat pengaruh yang uruk terhadap alam dan lingkungan serta kehidupan manusi pemakai teknologi itu sendiri.Salah satu teknologi yang menyebabkan pencemaran tersebut adalah kendaraan bermotor, sebagai salah satu sarana transportasi dan mobilitas manusia. Sebagian besar polusi udara (70%) disebabkan oleh kegiatan transportasi. Hingga saat ini pembicaraan tentang masalah polusi udara sudah sangat sering didengar, baik dikalangan intelektual maupun orang awam, bahkan masalah polusi udara ini telah menjadi masalah dunia, dimana semua orang turut merasakan akibatnya. Polusi udara adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara ambien yang dapat mengakibatkan rendahnya bahkan rusaknya fungsi udara. Untuk masalah itu, Eropa sudah menerapkan Euro 1 sejak tahun 1991, yang kemudian melangkah ke Euro 2 tahun 1996. Kemudian Euro 3 tahun 2000 dan tahun 2005 memasuki masa Euro 4.
Setiap teknologi emisi Euro mempunyai batasan yang lebih ketat, misalnya dari Euro 1 ke Euro 2 mengharuskan penurunan tingkat emisi partikel. Untuk ambang batas CO (karbon monoksida) dari 2,75 gm/km menjadi 2,20 gm/km, kemudian HC (hidrokarbon) + NOx (nitrooksida) dari 0,97 gm/km menjadi 0,50 gm/km, dan kandungan sulfur solar pada mesin diesel dari 1.500 ppm menurun ke 500 ppm. Begitu pula pada Euro 3 mengharuskan penurunan tingkat emisi partikel yang dibuang sebesar 20% dan pada Euro 4 menargetkan angka di bawah 10%.
Penerapan standar Euro-2 di Indonesia diatur Kepmen LH No. 141 Tahun 2003, yang hanya berlaku untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi. Ketentuan ini tidak berlaku bagi kendaraan bermotor yang sudah digunakan masyarakat saat ini. Ketentuan emisinya mengacu pada Kepmen No. 35 tahun 1993 tentang baku mutu bagi kendaraan yang sudah berjalan. Adapun parameter emisi yang diukur hanya sisa pembuangan CO dan HC.
Pada motor diesel, besarnya emisi dalam bentuk opasitas (ketebalan asap) tergantung pada banyaknya bahan bakar yang disemprotkan (dikabutkan) ke dalam silinder, karena pada motor diesel yang dikompresikan adalah udara murni. Dengan kata lain semakin kaya campuran maka semakin besar konsentrasi Nox, CO dan asap. Sementara itu, semakin kurus campuran konsentrasi Nox, CO dan asap juga semakin kecil. 100% CO yang ada diudara adalah hasil pembuangan dari mesin diesel sebesar 11% dan mesin bensin 89% CO adalah Carbon Monoxida; HC (Hydro Carbon); NOx adatah istilah dan Oxida-Oxida Nitrogen yang digabung dan dibuat satu (NO. N02, N20).
Polusi emisi gas buang dari mesin disel dapat digolongkan berupa :
- Partikulat
- Residu karbon
- Pelumas tidak terbakar
- Sulfat
- Lain-lain
Partikulat
Gas buang mesin diesel sebagian besar berupa partikulat dan berada pada dua fase yang berbeda, namun saling menyatu, yaitu fase padat, terdiri dari residu/kotoran, abu, bahan aditif, bahan korosif, keausan metal, fase cair, terdiri dari minyak pelumas tak terbakar. Gas buang yang berbentuk cair akan meresap ke dalam fase padat, gas ini disebut partikel. Partikel-partikel tersebut berukuran mulai dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron. Partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikron memberikan dampak terhadap visibilitas udara karena partikulat tersebut akan memudarkan cahaya. Berdasarkan ukurannya, partikel dikelompokkan menjadi tiga, sebagai berikut:- 0,01-10 mm disebut partikel smog/kabut/asap;
- 10-50 mm disebut dust/debu;
- 50-100 mm disebut ash/abu.
Partikulat pada gas buang mesin diesel berasal dari partikel susunan bahan bakar yang masih berisikan kotoran kasar (abu, debu). Hal itu dikarenakan pemrosesan bahan bakarnya kurang baik. Bahan bakar diesel di Indonesia banyak mengandung kotoran, misalnya solar.
Biasanya solar tidak berwarna atau bening, namun yang ada di sini pasti berwarna agak gelap. Ini menandakan adanya kotoran dalam bahan bakar. Dengan demikian, pada saat terjadi pembakaran, kotoran tersebut terurai dari susunan partikel yang lain dan tidak terbakar. Semakin banyak residu dalam bahan bakar (dengan mesin secanggih apa pun) akan dihasilkan gas buang dengan kepulan asap hitam.
Selain partikulat gas buang motor diesel lain adalah un-burn oil, komponen ini penyumbang terbesar dalam gas buang, sebesar 40% berasal dari minyak pelumas dalam silinder yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Komponen ini menyumbangkan asap berwarna keputih-putihan. Semakin banyak minyak pelumas yang ikut dalam proses pembakaran, semakin banyak warna putih dalam gas buang. Minyak pelumas yang tidak terbakar tersebut mengandung susunan karbon (C dan H).
Sulfur pada bahan bakar yang berasal dari fosil berbentuk sulfur organik dan nonorganik. Pembakaran pada mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar fosil akan menghasilkan sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) dengan perbandingan 30:1. Berarti, sulfur dioksida merupakan bagian yang sangat dominan dalam gas buang diesel. Sulfur dioksida yang ada di udara, jika bertemu dengan uap air akan membentuk susunan molekul asam. Jika hal ini dibiarkan, bisa terjadi hujan asam yang sangat merugikan.
Gas buang diesel (8%) merupakan kumpulan dari bermacam-macam gas beracun, di antaranya CO, HC, CO2, dan NOx. Gas buang tersebut meskipun hanya dalam jumlah yang kecil (8%) tetap memberikan andil dalam pencemaran udara. Gas beracun itu bisa dikurangi dengan membuat proses pembakaran di dalam mesin menjadi lebih sempurna. Caranya dengan meningkatkan kemampuan kompresi dan injeksi bahan bakar yang tepat waktu dan jumlah dengan bahan bakar yang lebih sesuai.
Bahan bakar yang tidak terbakar setelah proses pembakaran ada 7% dari seluruh gas buang diesel. Bahan bakar yang tidak terbakar ini berupa karbon (C) yang terpisah dari HC akibat perengkahan selama terjadi pembakaran. Semakin banyak bahan bakar tidak terbakar yang keluar, semakin hitam warna asap gas buang yang dikeluarkan oleh mesin.
Sulfur pada bahan bakar yang berasal dari fosil berbentuk sulfur organik dan nonorganik. Pembakaran pada mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar fosil akan menghasilkan sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) dengan perbandingan 30:1. Berarti, sulfur dioksida merupakan bagian yang sangat dominan dalam gas buang diesel. Sulfur dioksida yang ada di udara, jika bertemu dengan uap air akan membentuk susunan molekul asam. Jika hal ini dibiarkan, bisa terjadi hujan asam yang sangat merugikan.
Gas buang diesel (8%) merupakan kumpulan dari bermacam-macam gas beracun, di antaranya CO, HC, CO2, dan NOx. Gas buang tersebut meskipun hanya dalam jumlah yang kecil (8%) tetap memberikan andil dalam pencemaran udara. Gas beracun itu bisa dikurangi dengan membuat proses pembakaran di dalam mesin menjadi lebih sempurna. Caranya dengan meningkatkan kemampuan kompresi dan injeksi bahan bakar yang tepat waktu dan jumlah dengan bahan bakar yang lebih sesuai.
Bahan bakar yang tidak terbakar setelah proses pembakaran ada 7% dari seluruh gas buang diesel. Bahan bakar yang tidak terbakar ini berupa karbon (C) yang terpisah dari HC akibat perengkahan selama terjadi pembakaran. Semakin banyak bahan bakar tidak terbakar yang keluar, semakin hitam warna asap gas buang yang dikeluarkan oleh mesin.